Oleh: Abdul Halim Tri Hantoro, S.Pd.I/dakwah.id
إنَّ الحمدَ لله نَحمدُهُ وَنَستَعِينُهُ ونَستَغفِرُه، وَنعوذُ بِالله مِن شُرورِ أنفسِنا وَسَيِّئاتِ أعمالِنا مَن يَهدِ اللهُ فَلا مضلَّ لَه ومن يُضلِل فَلَن تَجِدَ لهُ وَلِيَّا مُرشِدًا
أشهَد أن لا إلهَ إلا اللهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لهُ وَأشهَدُ أنَّ مُحَمّدًا عَبدُهُ ورَسُولُه بَلَّغَ الرِّسالةَ، وَأدّى الأمانَةَ، وَنَصَحَ الأمَّةَ، وَجاهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهادِهِ حَتَّى أتاهُ اليَقِينُ.
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم وَبارِك عَلَى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِه وَصَحبِهِ وَمَن تَبِعَهُم بِإِحسانٍ إلى يِومِ الدِّينِ، أمَّا بَعد
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Tiada kalimat termulia yang pantas diucapkan seorang hamba setelah mendapatkan curahan nikmat dan limpahan karunia dari Allah subhanahu wata’ala selain dari lafal al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. Dialah yang menganugerahi kita Iman, Islam, kesehatan, rasa aman, kehidupan yang tenang, juga kesejahteraan.
Shalawat dan salam semoga tercurah untuk pemimpin umat manusia, baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga kepada para istri beliau, para sahabat dan segenap umatnya yang berpegang teguh kepada Islam sampai akhir zaman.
Marilah kita semua di hari yang paling mulia, dan juga di tempat yang paling mulia ini berusaha untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala di mana saja berada, berusaha dengan maksimal melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Agama Islam adalah satu-satunya agama yang komprehensif mengatur segala sendi aktivitas kehidupan manusia, mulai dari perkara yang kecil seperti buang hajat hingga perkara yang besar seperti urusan kepemimpinan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
… اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا…
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…” (QS. Al-Ma’idah: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan:
“Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Maukah engkau aku jelaskan tentang pokok segala perkara, tiang-tiangnya, dan puncaknya?’
Aku katakan, ‘Mau, wahai Rasulullah!’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Pokok segala perkara adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.’” (HR. Tirmizi, no. 2616; HR. Ibnu Majah, no. 3973. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan hadits ini hasan)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Kepemimpinan adalah hajat seluruh makhluk hidup terlebih lagi manusia. Khususnya kepemimpinan bagi orang-orang beriman. Karena faktanya, semua sisi kehidupan kita ini membutuhkan kepemimpinan. Tanpa adanya kepemimpinan, kehidupan akan menjadi kacau dan tidak terkendali.
Oleh karenanya, al-Quran memberikan penjelasan akan perintah Allah dalam masalah ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun turut memberi ancaman kebinasaan manakala orang beriman hidup tanpa adanya ikatan komitmen dalam menaati pemimpin.
Dalam hadits disebutkan, dari Ibnu ‘Umar berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan pada pemimpin, maka ia pasti bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa argumen yang membelanya. Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851)
Siapa yang tidak Boleh Dijadikan Pemimpin Kaum Muslimin?
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Tidak sekedar perintah untuk hidup di bawah naungan sebuah kepemimpinan, akan tetapi dalam Islam juga ada rambu-rambu larangan dari menjadikan para pemimpin (di segala levelnya) yang memiliki kriteria sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Orang yang memusuhi Allah dan kaum muslimin
Siapa pun yang memusuhi Allah subhanahu wata’ala dan kaum muslimin, atau berada di barisan mereka, mendukung mereka, membantu mereka dalam memerangi Allah subhanahu wata’ala dan kaum muslimin, maka ia tidak boleh dijadikan pemimpin kaum muslimin.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)
Kedua: Non-muslim atau kafir
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
“Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, bukan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikit pun…” (QS. Ali Imran: 28)
Ketiga: Yahudi dan Nasrani
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimmpin(mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Kepemimpinan dalam Islam memiliki fungsi ganda yang harus dilaksanakan secara keseluruhan.
Pertama, menjalankan fungsi leader, yakni menggantikan dan atau melanjutkan misi kenabian dalam rangka menjaga agama Islam, hifdzud diin atau hirasatud diin.
Kedua, fungsi manajerial, yaitu mengatur segala urusan duniawi dengan agama Islam (siyasatud dunya bid diin).
Melihat urgensi yang sangat besar itu, maka kesalahan dalam memilih pemimpin akan membawa bencana besar dalam kehidupan dunia dan apalagi di kehidupan akhirat.
Allah menggambarkan dalam al-Quran tentang nasib para pemimpin yang dipilih berikut juga orang-orang yang memilihnya karena menyimpang dalam urusan kepemimpinan sehingga mereka dimasukkan ke dalam neraka.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ.
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.” (QS. Al-Baqarah: 166)
وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِيْنَ مِنَ النَّارِ
“Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)
Tentang ayat di atas Syaikh Sa’di dalam tafsirnya Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalami Al-Mannan mengatakan mereka yang dahulu di dunia mengikuti para pemimpin yang ternyata membawa kerusakan, di akhirat mereka menyesal, dan penyesalan di akhirat adalah sebesar-besar penyesalan.
Hal itu dikarenakan mereka mengikuti orang yang batil, mengamalkan amalan orang yang batil, berharap kepada yang batil, bergantung kepada yang batil sehingga terhapuslah amalan baik mereka semuanya.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga melaknat pemimpin-pemimpin yang justru menyengsarakan, mempersulit, dan menyusahkan rakyat dengan kepemimpinannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan,
اللهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah, siapa pun yang mengurusi urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa pun yang mengurusi urusan umatku, lalu dia bersikap lembut kepada mereka, maka bersikaplah lembut kepadanya.” (HR. Muslim no. 1828)
Adab Memilih Pemimpin dalam Islam
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Dalam menentukan pilihan suatu urusan secara umum, ataukah yang lebih khusus lagi seperti masalah menentukan pilihan pemimpin, Islam telah mengajarkan adab-adabnya, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Niat Ikhlas karena Allah Ta’ala
Memilih pemimpin harus diniatkan untuk menggapai ridha Allah subhanahu wata’ala melalui kepemimpinan yang akan diemban oleh calon pemimpin pilihannya. Sehingga tercipta masyarakat yang beriman dan taat pada syariat Allah subhanahu wata’ala dan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan aturan Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Kedua: Meminta petunjuk kepada Allah (Istikharah) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu
Istikharah dianjurkan untuk memohon petunjuk kepada Allah subhanahu wata’ala dalam menentukan manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.
Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikharah dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari al-Quran. (HR. Al-Bukhari No. 1162)
Ketiga: Mengenali calon pemimpin
Dalam Islam, seseorang yang hendak berteman diperintahkan untuk mengamati dan mencermati sisi-sisi baik dan buruk terlebih lagi dalam urusan memilih pemimpin.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap orang melihat siapa yang dia jadikan teman.” (HR. Abu Dawud)
Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya sebelum memilih hendaknya kita meneliti dengan cermat calon pemimpin tersebut untuk memastikan apakah dia sesuai dengan kriteria yang diterangkan dalam sumber ilmu dan pengetahuan kita yaitu al-Quran dan as-Sunnah.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah
Demikian materi khutbah Jumat tentang petunjuk kami sampaikan, semoga Allah Ta’ala membimbing kita dalam berikhtiar memilih pemimpin yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ