Istighfar merupakan salah satu cara sekaligus solusi yang diajarkan Islam untuk menyelesaikan berbagai problematika kehidupan sekaligus hal yang paling dibutuhkan saat ini.
Kita butuh istighfar karena saat-saat ini banyaknya ujian, fitnah, dan musibah. Kita sangat butuh istighfar atas dosa-dosa dan kemaksiatan yang telah kita lakukan. Sebagaimana kita sangat butuh beristighfar di hari-hari di mana langit sudah sangat jarang membasahi bumi tempat kita tempati.
Tidak ada seorang pun yang mampu memaksa langit untuk menurunkan hujan meski betapa kuatnya dia. Hanya istighfar lah yang mampu menjadi solusi. Hal ini sebagaimana nasihat dan pesan Nabi Nuh ‘alaihissalam kepada kaumnya,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ. يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا. وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ
Artinya; maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nuh: 10-12)
Barang siapa yang ingin hujan, maka istighfar dapat menjadi sebab turunnya hujan dari langit. Barang siapa yang ingin kaya, maka istighfar adalah jawabannya. Barang siapa yang ingin punya keturunan, maka istighfar adalah solusinya.
Barang siapa yang menginginkan surga, keridhaan, dan limpahan nikmat Rabbnya, maka istighfar adalah sebab dan wasilahnya.
Potret Keutamaan Istighfar dalam Kehidupan Ulama Salaf
Banyak kisah dan riwayat yang menjelaskan dan merekam rahasia dan keutamaan istighfar. Semua terekam dan dicatat dalam lintasan hari-hari sejarah umat Islam.
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama ungkapan kesepakatan para ahli sejarah bahwa at-tārīkh yu’īdu nafsahu, sejarah itu akan mengulang dirinya. Pilihan ada di tangan kita, semoga kita termasuk yang mencontoh kebaikan-kebaikan para pendahulu kita yang mulia.
Potret keutamaan istighfar dapat kita jumpai dalam kisah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Pada masa kepemimpinannya, kaum muslimin ditimpa kekeringan dan masa paceklik. Beliau keluar ke tanah lapang. Beliau hanya beristighfar, dan hal itu diketahui oleh orang banyak. Mereka heran dan bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, kenapa kami tidak melihatmu meminta hujan?”
Lantas beliau menjawab, “Sungguh aku telah meminta hujan dengan kemuliaan langit yang dengannya hujan turun!” sambil melantukan ayat al-Quran surat Nuh ayat 10-12 yang tadi kita simak bersama.
Qadarullah wa subhanallah wallahu Akbar! Apa yang diminta dan diharapkan oleh mereka menjadi kenyataan.
Kisah tentang keutamaan istighfar juga kita jumpai dalam kehidupan Hasan Al-Bashri. Satu ketika pernah datang kepada Hasan al-Bashri seseorang yang mengadukan masalah hama tanaman dan kekeringan, beliau hanya menjawab, “Beristighfarlah kamu!”
Saat orang yang lainnya mengadukan masalah kefakirannya, jawaban Hasan Al-Bashri pun tetap sama, “Beristighfarlah kamu!”
Kemudian datang orang ketiga mengadu kepadanya tentang anaknya yang sedikit, jawaban beliau tetap, “Beristighfarlah kamu!”
Orang-orang yang mengetahui sikap dan jawaban Hasan Al-Bashri terheran-heran lantas bertanya kepadanya, “Kenapa jawabanmu untuk solusi semua masalah hanya istighfar?”
Beliau menjawab, “Itu bukan jawaban dan solusi dariku, aku hanya menjawab sesuai firman Rabbku.” Sembari membaca surat Nuh ayat 10-12.
Betapa mulianya istighfar, alangkah indah dan baiknya lisan-lisan yang berkilau dan bersinar karena cahaya istighfar tanpa kenal malas, lalai, dan bosan.
Dan yang paling baik dari itu semua jika istighfar bisa menjadi syiar dan untaian yang senantiasa menghiasi setiap detik hidup dan tempat kita.
Dapat kita baca dan lihat tidak hanya melalui lisan, bahkan tertulis di dinding-dinding, plang-plang setiap sudut jalan dan ruangan kita, di sekolah-sekolah, dan perkantoran. Mari kita isi waktu-waktu penantian dan menunggu kita dalam hidup ini dengan senantiasa beristighfar kepada Allah subhanahu wata’ala!
Jika kita mengisi waktu kita dengan istighfar, sama artinya kita mengisi lembaran-lembaran catatan amal kita dengan kebaikan-kebaikan, yang dengannya derajat kita bertambah mulia di sisi-Nya.
Setan pun lari dan tidak akan mampu menggoda kita. Sebagaimana yang disampaikan baginda Nabi dalam hadis shahihnya, “Sesungguhnya setan berkata, demi kemulian-Mu, ya Rabb aku tidak akan berhenti menggoda hamba-hamba-Mu selama arwah masih berada di jasad mereka, Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Demi kemulian dan kebesaran-Ku akan aku ampuni hamba-hamba-Ku selama mereka beristighfar kepada-Ku.” (HR. Ahmad no. 11327)
Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala senantiasa mengingatkan kita untuk memohon ampun atas kesalahan dan dosa dalam banyak ayat-ayat-Nya.
وَّاَنِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَّتَاعًا حَسَنًا اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى وَّيُؤْتِ كُلَّ ذِيْ فَضْلٍ فَضْلَهٗ ۗوَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيْرٍ
“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat).” (QS. Hud: 3)
Dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wata’ala juga berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian senantiasa berbuat kesalahan di siang dan malam hari, namun Aku mengampuni dosa-dosa kalian semua, maka meminta ampunlah kepada-Ku, pasti akan Aku ampuni!” (HR. Muslim no. 2577).
Begitulah pentingnya istighfar, karena tidak ada hari yang kita lewati melainkan didalamnya ada dosa yang kita perbuat, maka jangan lewatkan hari-hari kita tanpa istighfar di dalamnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa beristighfar. Wallahu a’lam (dakwah.id)