Oleh : Ust. Imron Rosadi, S.Sos
(Manager Baitulmaal Indragiri)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (QS. Al Baqarah: 172)
Diantara tuntutan kesabaran yang Allah serukan ialah sabar dari memakan harta haram, syubhat maupun makanan yang tidak baik. Oleh karenanya, Allah perintahkan orang-orang beriman dalam ayat ini untuk mencukupkan diri dengan makanan yang halal. Hal itu dikarenakan makanan halal sangat menentukan kualitas keimanan dan keberhasilan mereka menjadi penolong agama Allah serta penegak syariat di muka bumi.
Mematuhi perintah memakan yang halal merupakan sebuah kemuliaan bagi orang-orang beriman, karena perintah yang sama Allah tujukan kepada para Nabi dan Rasul, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sabdakan: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Dia perintahkan kepada orang-orang beriman sebagaimana perintah-Nya kepada para Rasul.
Allah berfirman: “Hai para Rasul, makanlah di antara rezeki yang baik-baik dan berbuat amal sholehlah, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (QS. Al Mukminun : 51).
Tatkala tuntutan menegakkan syariat membutuhkan kesabaran yang besar, Allah serukan dalam ayat ini agar orang-orang beriman hanya memakan harta yang halal. Perintah ini bukanlah menambah beban maupun membatasi sumber daya dan pendapatan orang-orang beriman, akan tetapi dengannya Allah menghibur mereka, memberikan kebahagiaan karena harta yang halal menjadikan hati bahagia, membawa kelapangan dan mashlahat.
Dan orang beriman memiliki hati yang baik, tidak memilih kecuali harta yang baik, teman yang baik, perkataan yang baik dan perbuaatan yang baik. Sedangkan harta haram hanya menimpakan kecemasan, kesempitan dan banyak mendatangkan kerusakan. Orang yang mencari harta haram maupun syubhat, hakekatnya dia mengikuti langkah-langkah syetan yang dia hiasi seakan-akan terlihat indah, lebih mudah dan menjanjikan kesusksesan.
Seorang tabi’in bernama Yusuf bin Asbat rahimahullah berkata: “Ketika seorang pemuda terlihat beribadah, Iblis berkata kepada pasukannya: lihatlah dari mana sumber makanannya! Apabila makanannya bersumber dari harta haram, dia berkata: biarkan dia, jangan sibukkan kalian dengannya, biarkan dia bersungguh-sungguh dan lelah beribadah, sungguh harta haram telah menolong kalian mengalahkannya”.
Setelah memerintah orang-orang beriman memakan harta yang halal, Allah wajibkan mereka bersyukur kepada-Nya atas semua nikmat dan rezeki yang Dia karuniakan. Mensyukurinya tidak hanya dengan menyebut kata syukur dengan lisan, namun dengan menjadikannya sebagai sarana meningkatkan ketaatan kita kepadanya, karena nikmat yang tidak digunakan untuk taat akan berbuah bencana dan laknat.
Hal ini menegaskan bahwa mensyukuri nikmat haruslah dengan beramal dan makanan yang halal menjadi salah satu sebab yang mendorong seseorang berbuat taat dan beramal shaleh serta sebab keberhasilan dan diterimanya amal ibadahnya terlebih melakukan amal ibadah yang besar seperti berdakwah, berjihad, beramar makruf nahi munkar dan menegakan Islam di muka bumi.
Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu menceritakan: “Sesungguhnya aku pulang menemui keluargaku, terkadang mendapati sebutir kurma terjatuh di atas tempat tidur atau di dalam rumah, lalu aku mengambilnnya untuk memakannya, namun timbul kekhawatiran barangkali itu bagian dari kurma zakat, maka aku letakkan kembali kurma itu.” (HR. Imam Bukhari).
Subhanallah! kurma yang barangkali kita akan memaklumi orang yang memakannya karena hanya sebutir kurma, namun tidak dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Mudah-mudahan Allah menjaga kita dari mengambil harta haram dan syubhat, agar dalam beramal tidak hanya mendapat lelah namun sejatinya telah kalah oleh syetan dengan tipu daya langkah-langkahnya (khuthuwaat syaithan). (madina.or.id)
Referensi:
- Al Jami’ Li Ahkamil Quran – Imam Al Qurthubi.
- Tafsir Al Quran Al Adhim – Imam Ibnu Katsir.
- Taisir Al Karim Ar Rahman – Syekh Abdurrahman Al Sa’di.
- At Tahrir wa At Tanwir – Syekh Ath Thahir bin ‘Asyur.
- Al Quran Tadabbur wa Amal – Tim Pakar Al quran Syirkah Khibrat Adz Dzakiyyah
- At Tafsir wal Bayan li Ahkamil Quran – Syekh Abdul Aziz Ath Thuraifi.